Bus Bagus, Jakarta – Pelaku bullying kerap dikaitkan dengan stereotip anak yang bertubuh besar atau populer. Namun kenyataannya, anak yang cenderung menyendiri juga berpotensi menjadi pelaku bullying.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada profil atau penyebab tunggal yang dapat menjelaskan fenomena bullying, namun terdapat berbagai faktor yang saling terkait yang mempengaruhi perilaku tersebut.
Bullying adalah perilaku atau tindakan intimidasi atau penindasan antara seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain. Seperti yang dikatakan psikolog klinis Liza Marielly Djaprie, “Bullying adalah tindakan menindas satu atau dua orang terhadap orang lain.”
Perilaku bullying ini dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan intimidasi remaja sebagai perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok anak-anak berusia antara lima dan 18 tahun terhadap remaja lainnya.
Penindasan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang berulang atau kemungkinan besar akan berulang, menurut laman Webmd.
Terkadang, karakteristik dan kepribadian individu dapat menjadi faktor utama terjadinya perilaku bullying, selain itu latar belakang keluarga juga mempunyai pengaruh yang signifikan. Faktanya, ada kasus di mana anak-anak yang menjadi korban bullying kemudian berperilaku seperti pelaku intimidasi.
Dengan memahami faktor-faktor umum yang memengaruhi penindasan, kita dapat mengidentifikasi penyebab penindasan dengan lebih baik dan mengambil langkah untuk menghentikannya.
Terkadang keluarga dapat mempengaruhi perilaku intimidasi pada anak. Berikut adalah beberapa masalah keluarga yang berkontribusi terhadap perilaku bullying. Menyaksikan dan mengalami kekerasan Anak yang berasal dari keluarga yang mengalami kekerasan cenderung lebih besar kemungkinannya untuk berperilaku bullying dibandingkan anak lainnya. Hal ini karena agresi, kekerasan dan manipulasi sering kali terjadi di rumah. Jika Anda mempunyai siswa yang sering merasa marah dan cenderung menghajar siswa lain, jangan langsung berasumsi ada yang salah. Luangkan waktu untuk menyelidiki apa yang terjadi di rumah mereka. Mereka mungkin memerlukan lebih banyak dukungan dan bimbingan daripada hukuman langsung atas perilaku intimidasi yang mereka lakukan. Melihat dan mengalami intimidasi terhadap saudara kandung Bullying sebenarnya bisa terjadi di antara saudara kandung juga. Ketika saudara kandung melakukan kekerasan fisik, rasa berkuasa bisa muncul dari diri pelaku. Untuk mendapatkan kembali perasaan berkuasa tersebut, anak akan cenderung melakukan hal yang sama kepada orang lain, atau bahkan anak yang menjadi korban bisa saja meniru perilaku tersebut untuk menghilangkan rasa tidak berdaya saat menjadi korban.
Anak-anak dengan tipe kepribadian tertentu cenderung lebih rentan terhadap perilaku bullying. Berikut daftar ciri-ciri kepribadian yang dapat mempengaruhi kecenderungan anak untuk melakukan intimidasi. Memiliki harga diri yang rendah Anak-anak dengan harga diri rendah lebih cenderung terlibat dalam perilaku intimidasi karena hal tersebut memberi mereka rasa berkuasa dan kendali, sesuatu yang sering kali tidak mereka miliki dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menyembunyikan harga diri yang rendah, anak-anak yang melakukan intimidasi mungkin juga berbohong tentang prestasi dan keterampilan mereka. Mereka ingin tampil lebih baik dari yang sebenarnya dan mungkin merasa bahwa berbohong adalah cara untuk mendapatkan persetujuan. Penting untuk diingat bahwa meskipun penindasan merupakan perilaku negatif yang tidak dapat diterima, bagi anak-anak yang melakukannya, hal tersebut merupakan salah satu cara untuk mendapatkan perhatian. Hubungan yang buruk dengan orang lain Anak-anak yang melakukan intimidasi sering kali melontarkan komentar negatif tentang penampilan, kecerdasan, atau kemampuan orang lain. Mereka juga cenderung menunjukkan intoleransi terhadap perbedaan. Hal ini sering terjadi karena ketakutan dan pemahaman anak yang kurang. Oleh karena itu, penting untuk membantu mereka mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati. Memiliki empati yang rendah Anak yang tidak bisa memahami perasaan orang lain ketika disakiti secara verbal atau fisik lebih besar kemungkinannya untuk ditindas. Mereka malah menyalahkan korban alih-alih menyadari rasa sakit yang dialami korban. Untuk mengatasinya, penting untuk membantu anak mengembangkan kapasitas empati agar memahami situasi orang lain dan mengembangkan rasa kepedulian terhadap satu sama lain.
Anak-anak dapat menunjukkan jenis perilaku tertentu yang menunjukkan bahwa mereka berisiko menyelesaikan masalah melalui perundungan (bullying) dibandingkan komunikasi yang sehat. Perilaku Agresif Salah satu faktor terjadinya perilaku bullying adalah perilaku agresif pada anak. Anak-anak yang agresif sering kali memiliki pengendalian diri yang buruk dan mudah tersinggung. Mereka akan cenderung mengambil langkah kompulsif bahkan kekerasan untuk menyelesaikan masalah dibandingkan berkomunikasi. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman dan mengancam bagi anak-anak lain. Mengisolasi Orang Lain Meski memiliki teman dekat merupakan kebutuhan dasar semua anak, bukan hal yang aneh jika mereka yang rentan terhadap perilaku bullying justru menunjukkan hal sebaliknya dengan mencoba mengisolasi orang lain. Mereka tidak hanya menolak partisipasi orang lain, tetapi mereka juga mendorong teman-teman lain untuk melakukan hal yang sama. Perilaku ini sering dilakukan oleh perempuan dan dapat menjadi bentuk intimidasi berbahaya yang menciptakan lingkungan tidak aman bagi semua orang. Di dalam kelas, strategi praktis untuk mengakhiri perilaku ini adalah dengan menerapkan struktur pada pengaturan tempat duduk dan proyek kelompok. Memberi anak-anak kebebasan penuh untuk memilih tempat duduk dan tim mereka dapat meningkatkan kemungkinan dikeluarkan dari sekolah. Ironisnya, setelah mengalami menjadi korban bullying, tidak jarang anak-anak pelaku bullying juga ikut di-bully. Mereka mengalami karakteristik yang sama dengan korban bullying lainnya, seperti rasa sakit, depresi, dan ketidakberdayaan. Namun, untuk mengatasi perasaan tersebut, mereka seringkali melampiaskannya dengan melakukan intimidasi terhadap anak lain. Oleh karena itu, setiap kasus bullying harus diusut tuntas. Jika seorang anak yang terlibat dalam bullying juga menjadi korban, maka mereka memerlukan dua hal: tindakan disipliner atas perilakunya dan dukungan serta intervensi terhadap bullying yang dialaminya.
Jika siswa menunjukkan beberapa faktor di atas, penting bagi guru dan orang tua untuk tidak mengabaikannya dan segera mengambil tindakan pencegahan atau bahkan perbaikan. Perilaku bullying yang ditangani secepatnya akan mencegah masalah serius di kemudian hari.